Rabu, 28 Mei 2008


Pendidikan
Oleh: Afdiannoor Rahmanata
DIDIK anak-anak agar menjadi orang pandai….! Menurut saya kalimat itu mungkin hanya sebuah anjuran, atau perintah kepada orang tua, dan guru. Namun dibalik kalimat tersebut memiliki makna yang makro. Kenapa? Dalam tatanan dunia pendidikan, aspek untuk mendidik anak-anak tidak terlepas dari tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Pemerintah disini berkewajiban memberikan fasilitas baik melalui jalur sekolah (formal) maupun jalur luar sekolah (non formal), namun kedua jalur itu harus mendapat dukungan masyarakat selaku objeknya terutama dalam menjalankan pendidikan jalur luar sekolah. Kendati jalur formal dan non formal berjalan lancar namun terkedala dalam berbagai aspek diantaranya kelemahan sistem pendidikan nasional yang secara substansial harus memerlukan perubahan. Sistem pendidikan sekarang ini terlalu sentralistik mengingat era otonomi dengan digulirkannya desentralisasi. Bahkan terjadi inkonsisten dimana pendidikan yang berakar pada budaya belum terkembangkan secara menyeluruh.Artinya sistem pendidikan kita masih mengacu kepada kurikulum pusat padahal kurikulum lokal potensial yang mengacu pada budaya kita untuk dikembangkan dan disebarluaskan sesuai kebutuhan pendidikan daerah. Ironisnya, sistem pendidikan seperti itu tidak didukung oleh biaya satuan pendidikan. Jadi sekolah yang terselenggara oleh pemerintah saja maka akan dibiayai dan menjadi tanggung jawab pemerintah pula.
Akibatnya kini pendidikan yang berbasis masyarakat tidak dapat terlaksana mengingat manajemen pendidikan yang sentralistik tersebut terus bergulir dan terealisasi hingga sekarang. Contoh konkrit kurikulum pendidikan dasar dan menengah dengan pelaksanaan ebtanas atau UAN alias UN dengan buku paket yang terpusat. Manajemen berbasis sekolah pun tidak dapat berjalan sesuai program akibat diatur oleh buku petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis dari pusat yang wajib dilaksanakan oleh sekolah. Pengembangan semacam ini tidak dapat dibutuhkan anak secara riil sebab hanya menonjolkan sisi teoristisnya belaka. Anehnya anak akan berlaku pasif dan sulit untuk memunculkan inovasi atau temuan/cara baru dalam dunia pendidikan apalagi life skill (keterampilan Hidup,red).Namun harus anda dan saya sadari, manajemen berbasis sekolah telah menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah dengan mengandalkan potensi untuk menciptakan kepala sekolah, guru, pengelola sistem pendidikan menjadi demokratis, transparan, dan tidak monopoli. Sejak kemerdekaan hingga era tahun 60-an pendidikan nasional terus menghadapi tantangan dengan pembangunan mengarah pada aspek pembentukan karakter bangsa dan nasionalisme. Namun dekade berikutnya, pembangunan terarah pada pertumbuhan ekonomi dan stabilitas dengan pendekatan keamanan sehingga SDM bangsa terabaikan. Dari sini masyarakat kita menjadi rentan krisis politik, sosial, hukum, ekonomi, moral, sosial dan budaya. Akankah ini berlanjut? Lalu bagaimana nasib anak-anak kita di Kalsel. Mampukah orang tua, guru, pemerintah daerah, dan masyarakat membina, mendidik, dan mengarahkan mereka. Konteks ini, saya sarankan maka yang harus dirubah sistem pendidikan sentralistik. Pemerintah daerah secara perlahan harus mengambil sikap untuk berbuat dengan mengedepankan aspek kurikulum lokal khasanah budaya kita. Bukankah aspek budaya kita masih terlupakan oleh generasi sekarang?.***

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

lahir di Banjarmasin Kalsel dan besar dari keluarga muslim yang taat kepada ajaran agama ISLAM berdasarkan Al Quran dan Hadist. sekolah di perguruan Muhammadiyah, dan sempat menamatkan pendidikan tinggi di Fakultas Pertanian.