Rabu, 28 Mei 2008

cermin 1

Politik Islam
Oleh: AFDIANNOOR RAHMANATA
MASA ke masa telah terlampaui, namun segala bentuk ‘kepuasan’ tidak pernah kunjung tiba. Kepuasan akan tercapai bilamana dapat terealisasi sesuai harapan. Tak terkecuali, aspirasi masyarakat yang kian hari, minggu, bulan, tahun, hingga silih berganti pemilu semakin tidak terwujud dan masih menumpuk dalam gedung wakil rakyat yang notabene sebagai rumah mewah ala khas budaya daerah. Padahal paradigma baru dan format baru dalam perpolitikan selalu didengungkan hingga mengalir bagai air ke pelosok desa, yang secara sedikit demi sedikit meracuni masyarakat pedesaan untuk andil dalam menentukan nasib daerah, bangsa, negara. Salah satunya memantapkan format baru politik Islam, namun politik Islam yang berupaya membangun umat Islam beserta berbagai institusi yang bisa didirikan di tengahnya sebagai publik dan oposisi belum mampu menembus dan mengubah/membangun ‘wajah’ barunya di tengah masyarakat. Konkritnya politik Islam sangat identik dengan Partai Politik (parpol) berbasis Islam, seperti PPP, PKB, PBR, PKS, PBB, PNU, PP, PII, Masyumi, Partai Matahari Bangsa (PMB) partai baru bentukan angkatan muda muhammadiyah dan partai Islam lainya. Namun bisa juga dikategorikan sebagai institusi berbasis Islam seperti ormas Islam, pers Islam, LSM Islam, maupun pendidikan Islam. Dalam perjuangannya parpol berbasis umat Islam ini masih lemah, bahkan hampir tidak terdengar, akibatnya kepercayaan publik turun drastis terhadap institusi tersebut, meski pemeluk agamanya Islam. Alasanya, komunitas umat Islam yang memiliki aspirasi politik masih terbatas dalam memelihara dan mengembangkan aspirasi itu ke hadapan khalayak luas sehingga muncul ketakutan dalam menyiasati/keberanian untuk mendesak parpol Islam dalam pengambilan kebijakan demi kepentingan rakyatnya.
Ironisnya, para fungsionaris parpol Islam relative banyak yang tidak mengerti dan paham betul terhadap komunitas public masyarakat muslim dan celakanya parpol Islam hanya dijadikan symbol untuk meraih sukses, meraup keuntungan pribadi, dan mencabik-cabik kaum muslim dengan dalih berjuang untuk kepentingan umat. Buktinya, Pemilu 2004 lalu telah membangkitkan parpol Islam dengan eofuria umat, hingga wakil-wakilnya di legislatif berhamburan. Namun alhasil, janji palsu, dan nanti…. nanti…. setelah saya dan anda jadi anggota dewan yang terhormat akan perjuangkan nasib kalian. Benarkah? Jawabnya, mungkin anda yang tau!!!. Kontek ini menyakinkan saya dan mungkin anda bahwa akan terjadi pergeseran paradigma di kalangan umat Islam apolitis irasional menjadi politis rasional. Karena itu tidak heran bila rakyat berteriak. “Berhentilah bicara politik, rakyat butuh beras. Kami butuh uang untuk mendukung anda,”. Terjadinya semacam ini, yang memunculkan sebuah kekeliruan lama politik Islam mengingat umat Islam tidak terbentuk dalam komunitas public yang tidak menonjolkan kelompok, dan golongan.
Lalu apakah Pemilu 2009, akan berlanjut melahirkan wakil-wakil parpol Islam di parlemen yang reformis dengan menyokong terbangunnya kekuasaan politik Islam? Jawabnya tergantung dari gaya parpol Islam untuk menawarkan produk-produk baru secara mesra kepada rakyat dan umat Islam. Bila mampu menggaet potensi umat maka tidak mustahil parpol Islam dengan kekuatanya akan menjadi raksasa kekuasaan. Namun saya dan mungkin anda sadari kekalahan parpol Islam dalam setiap Pemilu lantaran kesalahan dirinya sendiri yang tidak mengelola menejemen, agenda, platform, program, ideologi, kepemimpinan, jaringan, dan aksi secara baik. Lalu, Apa yang pernah diperbuat wakil rakyat parpol Islam di Kalsel? Dapatkah menjadi cerminan bagi masyarakat Kalsel yang kental Islamnya? Andalah yang menjawabnya! Wallahu a’lam Bisshawwab

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

lahir di Banjarmasin Kalsel dan besar dari keluarga muslim yang taat kepada ajaran agama ISLAM berdasarkan Al Quran dan Hadist. sekolah di perguruan Muhammadiyah, dan sempat menamatkan pendidikan tinggi di Fakultas Pertanian.